Monday 29 November 2010

Pengertian An-Nikah



KITAB NIKAH
Pengertian An-Nikah

An-Nikah menurut bahasa adalah; mengumpulkan dan masuknya sesuat pada yang lain. Sedangkan menurut Syara' adalah akad antara sepasang mempelai yang darinya dihalalkannya “hubungan badan”. Hakekat An-Nikah adalah Akad sedang kiyasan An-Nikah adalah “hubungan badan”. Ini adalah makna yang benar, hal ini didasarkan pada Firman Allah Jalla Jalaaluh;

Artinya: “Dan barang siapa diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu; sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain, karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan mereka, dan berilah maskawin mereka menurut yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri dengan kawin, kemudian mereka melakukan perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka separo hukuman dari hukuman wanita-wanita merdeka yang bersuami. (Kebolehan mengawini budak) itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada kemaksyakatan menjaga diri (dari perbuatan zina) di antara kamu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”1.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah hakekat An-Nikah adalah “hubungan badan” sedangkan makna kiyasan An-Nikah adalah Akad, hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW;

تَنَاكَحُوْا تَكاَثَرُوْا
Artinya: “Saling nikahlah kamu sekalian dan saling perbanyaklah keturunan.”2

Imam Yahya dan sebagian dari pada sahabat-sahabat Abu Hanifah berkata bahwasannya makna Nikah mencakup makna hakiki dan makna majazi. Abu Al-Qasim Az-Zujaaji juga sependapat dengan hal itu yaitu bahwasannya tidak membedakan makna hakiki dan majazi akan tetapi mencakup keduanya sekaligus.
Al-A'syaa berpendapat bahwasannya makna An-Nikah adalah Tazawwaj (kawin). Allah Jalla Jalaaluh berfirman;

Artinya: “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin 3
Al-Azhary menakwili ayat tersebut sebagai berikut:
  1. Jika An-Nikah dimaknai sebagai Tazawwaj (kawin) maka takwil dari ayat itu adalah Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina begitu pula perempuan yang berzina tidak mengawini melainkan laki-laki yang berzina.
  2. Adapaun jika An-Nikah dimaknai sebagai Al-Wath'u (hubungan badan) maka takwil dari ayat itu sebagaimana golongan yang berpendapat makna An-Nikah adalah Al-Wath'u adalah Laki-laki yang berzina tidak boleh “berhubungan badan” melainkan perempuan yang berzina begitu pula perempuan yang berzina tidak boleh “berhubungan badan” melainkan laki-laki yang berzina.
Takwil dengan pendapat yang kedua ini menurut Al-Azhary terlalu jauh dari maksud ayat tersebut, karena tidak diketahui penjelasan dari makna An-Nikah kecuali makna Tazwiij (perkawinan). Hal ini didasarkan pada firman Allah Jalla Jalaaluh:

Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” 4

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka `iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut`ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya.” 5
Surat An-Nur ayat 3 diatas tidak ada lagi keraguan dalam maksud dari ayat itu bahwasannya ayat tersebut menunjukkan makna An-Nikah sebagai At-Tazwiij. Begitu pula pada Surat Al-Ahzab ayat 49 perlu diketahui bahwasannya 'Aqdu At-Tazwiij disebut juga An-Nikah.

Wallaahu A'lam Bi As-Shawaab

Daftar Pustaka:
  1. Al-Qur'an dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia CV. Alawah Semarang 1993.
  2. Al-Ahwaal As-Syakhshiyyah, karangan Al-Imam Abu Zahrah, Dar El-Fiqr Al-'Araby, tanpa tahun.
  3. Nailu Al-Authar Syarah Muntaqaa Al-Akhbaar Min Ahaadiitsi Sayyidi Al-Akhyar, karangan Muhammad Bin 'Ali Bin Muhammad As-Syaukany, Dar El-Fikr Bairut Libanon 1994 M/1414H.
  4. Syarhu Kitaabi An-Nikaahi karangan As-Syaikh 'Ali Ahmad 'Abdul 'Ali At-Thahtawi, Dar El-Kutub Al-'Ilmiyyah, Libanon 2005 M
1QS. An-Nisa Ayat: 25
2Nailu Al-Authar Syarah Muntaqaa Al-Akhbaar Min Ahaadiitsi Sayyidi Al-Akhyar, karangan Muhammad Bin 'Ali Bin Muhammad As-Syaukany, dalam Kitaabu An-Nikaahi, dalam Baabu Al-Hatssi 'Alaihi Wa Karaahati Tarkihi Li Al-Qaadiri 'Alaihi, Jilid: 3 Juz: 6 Hal: 211, Dar El-Fikr Bairut Libanon 1994 M/1414H.
3QS. An-Nur Ayat: 3
4QS. An-Nur Ayat: 32
5QS. Al-Ahzab: 49

Saturday 13 November 2010

Berdo'a Kepada Allah Dengan Tawasul Amal-amal Shalih


Let's Pray For Indonesia

وَعَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الخَطاَبِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ انْطَلَقَ ثَلاَثَةِ نَفَرٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ حَتَّى أَوَاهُمُ المَبِيْتُ إِلَى غَارٍ فَدَخَلُوْهُ فَاحْدَرَتْ صَخْرَةٌ مِنَ الْجَبَلِ فَسَدَّتْ عَلَيْهِمُ اْلغَارَ فَقَالُوْا إِنَّهُ لاَ يَنْجِيْكُمْ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ إِلاَّ أَنْ تَدْعُوْا اللهِ تَعَالَى بِصَالِحِ أَعْمَالِكُمْ قَالَ رَجُلٌ مِنْهُمْ: اَللَّهُمَ كَانَ لِى أَبَوَانِ شَيْخَانِ كَبِيْرَانِ وَ كُنْتُ لاَ أَغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً وَلاَ مَالاً فَنَأَى بِى طَلَبُ الشَّجَرِ فَلَمْ أُرِحْ عَلَيْهِمَا حَتِّى نَامَا فَحَلَبْتُ لَهُماَ غَبُوْقُهُمَا فَوَجَدْتُهُمَا نَائِمَيْنِ فَكَرِهْتُ أَنْ أُوْقِظُهُمَا وَأَنْ أُغْبِقُ قَبْلَهُمَا أَهْلاً أَوْ مَالاً فَلَبِثْتُ وَالْقَدَحُ عَلَى يَدِى أَنْتَظِرْ اسْتَيْقَظَهُمَا حَتَّى بَرَقُ الْفَجْرِ وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمِي فَاشْتَيْقَظَا فَشَرَبَا غَبُوْقُهُمَا اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءِ وَجْهِكَ فَفَرَجَ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ مِنْ هَذِهِ الصَّخْرَةِ فَانْفَرَجَتْ شَيْئاً لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهُ. قَالَ الأَخَرَ: اَللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِي ابْنَةُ عَمٍّ كَانَتْ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَيَّ وَ فِي رِوَايَةٍ: كُنْتُ أَحَبُّهَا كَأَشَدِّ مَا يُحِبُ الرِّجَالُ النِّسَاءَ فَأَرَدْتُهَا عَلىَ نَفْسِهَا فَامْتَنَعْتُ مِنِّي حَتَّى أَلَمَّتْ بِهَا سَنَةٌ مِنَ السِّنِيْنَ فَجَاءَ تْنِي فَأَعْطَيْتُهَا عِشْرِيْنَ وَمِائَةِ دِيْنَارٍ عَلَى أَنْ تَخَلِّى بَيْنِى وَبَيْنَ نَفْسِهَا فَفَعَلْتُ حَتَّى إِذَا قَدَرْتُ عَلَيْهَا وَفِي رِوَايَةٍ فَلَمَّا قَعَدْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا قَالَتْ اِتَّقِ الله وَلاَ تَفُضُّ الْخَاتَمَ إِلاَّ بِحَقِّهِ فَانْصَرَفَتْ عَنْهَا وَهِيَ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيَّ وَتَرَكْتُ الذَّهَبَ الذِّي أَعْطَيْتُهَا. اَللَّهُمَ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرِجْ عَنَّا مَانَحْنُ فِيْهِ فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ غَيْرَ أَنَّهُمْ لاَ يَسْتَطِيْعُوْنَ الْخُرُوْجَ مِنْهاَ. وَقاَل َالثَّالِثُ: اَللَّهُمَّ اسْتَأْجَرْتُ أَجْرَاءَ وَأَعْطَيْتُهُمْ أَجْرَهُمْ غَيْرَ رَجُلٍ وَاحِدٍ تَرَكَ الَّذِي لَهُ وَذَهَبَ فَثَمَّرْتُ أَجْرَهُ حَتَّى كَثُرَتْ مِنْهُ الأَمْوَالِ فَجَائَنِى بَعْدَ حِيْنٍ فَقَالَ: يَاعَبْدَ اللهِ أَدَّ إِلَيَّ أَجْرِى, فَقُلْتُ مَاتَرَى مِنْ أَجْرِكَ مِنَ الإِبِلِ وَاْلبَقَرِ وَاْلغَنَمِ وَالرَّقِيْقِ, فَقَالَ: يَاعَبْدَ اللهِ لاَ تَشْتَهْزِئُ بِى فَقُلْتُ لاَ أَسْتَهْزِئُ بِكَ فَأَخَذَهُ كُلُّهُ فَاسْتَاقَهُ فَلَمْ يَتْرُكُ مِنْهُ شَيْئًا, اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتُ فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرِجْ عَنَّا مَا نَحْنُ فِيْهِ فَانْفَرَجَتِ الصَّخْرَةُ فَخَرَجُوْا يَمْشُوْنَ . متفق عليه.

Artinya: “Abdullah bin 'Umar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabdah; terjadi pada masa dahulu sebelum kamu, tiga orang berjalan-jalan hingga terpaksa bermalan dalam gua. Tiba-tiba ketika mereka sedang dalam gua itu, jatuh batu besar dari atas bukit dan menutupi pintu gua itu, hingga mereka tidak dapat keluar. Maka berkatalah mereka: sungguh tiada suatu yang dapat menyelamatkan kami dari bahaya ini keculai jika tawassul kepada Allah SWT dengan amal-amal shalih yang pernah kamu lakukan dahulu kala. Maka berkatalah seorang dari mereka: Ya Allah dahulu saya mempunyai ayah dan ibu, dan saya tidak memberikan susu pada seorang pun sebelum keduanya baik pada keluarga maupun hamba sahaya, maka pada suatu hari agak kejahuan bagiku mengembala ternak, hingga tidak kembali pada keduanya, kecuali pada suatu malam dan ayah bundaku telah tidur. Maka saya terus memerah susu untuk keduanya dan saya pun segan untuk membangunkan keduanya, dan saya pun tidak akan memberikan minuman itu kepada siapapun sebelum ayah bunda itu. Maka saya tunggu keduanya hingga terbit fajar, maka bangunlah keduanya dan meminum dari susu yang saya perahkan itu. Padahal semalam itu juga anak-anak ku pada menangis minta susu itu, didekat kakiku. Ya Allah jika saya berbuat ini semata-mata mengharap keridhan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka menyisih sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar daripadanya.”
Berdo'a yang kedua: “Ya Allah dahulu saya pernah terikat cinta kasih kepada anak gadis pamanku, maka karena sangat cinta kasihku, saya selalu ingin merayu dan ingin berzina padanya. Tetapi ia selalu menolak hingga terjadi pada suatu saat ia menderita kelaparan dan datang minta bantuan kepadaku, maka saya berikan padanya uang seratus duapuluh dinar, tetapi dengan janji bahwa ia akan menyerahkan dirinya padaku pada malam harinya. Kemudian ketika saya telah berada diantara dua kakinya, tiba-tiba ia berkata: Takutlah kepada Allah dan jangan engkau pecahkan tutup kecuali dengan halal. Maka saya segera bangun dari padanya padahal saya masih tetap menginginkannya, dan saya tinggalkan dinar mas yang telah saya berikan kepadanya itu. Ya Allah jika saya berbuat ini semata-mata mengharap keridhan-Mu, maka lapangkanlah keadaan kami ini. Maka menyisih sedikit batu itu, hanya saja mereka belum dapat keluar daripadanya.”
Berdo'a yang ketiga: Ya Allah saya dahulu sebagai majikan, mempunyai banyak buruh pegawai dan pada suatu hari ketika saya membayar upah buruh-buruh itu, tiba-tiba ada seorang dari mereka yang tida sabar menunggu, segera ia pergi dan meninggalkan upah itu kemudian segera pulang kerumahnya dan tidak kembali. Maka saya pergunakan upah itu hingga bertambah dan berbuah hingga berupa kekayaan. Kemudian setelah lama datanglah buruh itu dan berkata: Hai Abdullah berilah upahku dahulu itu! Jawabku: semua kekayaan didepanmu itu dari pada upahmu yang berupa unta, lembu dan kambing serta budak pengembalanya itu. Berkatalah orang itu: Hai Abdullah kau jangan mengejek kepadaku. Jawabku: Aku tidak mengejek kepadamu. Maka diambilnya semua yang saya sebutkan itu dan tidak meninggalkan suatu pun dari padanya. Ya Allah jika saya berbuat ini semata-mata mengharap keridhan-Mu, maka lapangkanlah kesempitan ini. Tiba-tiba menyisihlah batu itu hingga mereka dapat keluar dengan selamat.” [HR. Bukhari dan Muslim]
Source:
  • Hadis tersebut diatas diambil dari kitab Riyaadus Shaalihiin karangan Al-Imam Abu Zakariya Yahya Muhyiddin Bin Syarof An-Nawawi.
  • Hadis tersebut diatas diriwayatkan oleh Al-Imam Abi 'Abdillah Bin Ismail Bin Ibrahim Ibnu Mughirah Bin Bardzibah Al-Bukhari Al-Ja'fi (Imam Al-Bukhari) dalam Kitab Shahiihu Al-Bukhari Jilid: 2, Juz: 4, dalam Kitaabu Al-Anbiyaai, Bab: Am Hasibta Anna As-Haaba Al-Khafi Wa Ar-Raqiimi, Pada: Hadiisu Al-Ghaar, Hal: 147-148, Dar El-Fikr, Bairut-Libanon, 1981 M / 1401 H.
  • Hadis tersebut juga diriwayatkan pula oleh Al-Imam Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibnu Muslim Al-Qushairi An-Naisyaburi dalam Kitab Al-Jamii'u As-Shahiihi Jilid: 4, Juz: 8, dalam Kitaabu Ar-Riqaq, Bab: Qisshatu As-Haabil Ghaari Ats-Tsalaatsati Wa At-Tawassuli Bi As-Shaaliihi Al-A'amaali, Hal: 89-90, Dar El-Fikr, Bairut-Libanon, Tanpa Tahun.

Al-Iidhah:
Hadis tersebut diatas mengandung banyak sekali faedah yang dapat kita ambil. Mulai dari dianjurkannya berdo'a ketika kesusahan atau kepayahan, tawasul kepada Allah dengan amal shalih, keutamaan berbuat baik kepada orang tua, mengajak menjaga diri dari berbuat keji serta meninggalkannya karena Allah hingga memberikan hak kepada seseorang dengan setelah membantunya mengembangkan dari apa yang telah menjadi haknya. Dan masih banyak lagi hikmah yang dapat dipetih dari kisah 3 orang dari penghuni gua itu, dan yang terpenting adalah semua itu diniati dengan ikhlas atau hanya mengharap ridha Allah SWT.
Pada pembahasan kali ini penulis hanya membatasi pada Tawassul Ilaa Allahi Bii As-Shaalihi Al-A'maali yaitu bertawasul kepada Allah SWT dengan amal shalih yang telah dikerjakan. Hal ini penulis lakukan karena tujuan dari ditulisnya makalah ini agar mengajak kepada sahabat semua untuk memohon dan berdo'a kepada Allah SWT dengan Tawasul Amal Shalih agar bencana yang sedang menimpa bangsa kita ini, sejak Sunami Aceh hingga Erupsi Merapi ini segera selesai. Ameen Yaa Rabb.
Akan tetapi sebelumnya kita perlu mengenal dahulu apakah Tawasul itu. Tawasul adalah memohon atau berdo'a kepada Allah dengan Wasilah atau lantaran. Dalam Islam berdo'a dengan wasilah atau lantaran diperbolehkan bahkan dianjurkan. Tetapi tidak semua wasilah atau lantaran diperbolehkan. Wasilah kepada kubur-kubur atau kepada orang yang telah mati didalam Islam tidak diperbolehkan sebab hal itu menimbulkan ke-syirikan serta bahwasannya orang yang telah mati itu terputus amalnya keculai tiga perkara yaitu Shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat dan Anak yang sholeh yang selalu mendoakannya. Akan tetapi penulis tidak akan menjelaskan secara panjang lebar pada pembahasan kali ini, karena pada kajian-kajian yang telah lalu telah penulis terangkan. Adapaun jika masih kurang jelas bisa ditanyakan pada session tanya jawab setelah kajian ini.
Dalam Kitab Bahjatu An-Naadzirin Syarhu Rayaadi As-Shaalihin yang ditulis oleh Abu Usamah Salim Bin 'Iid Al-Hilaali dijelaskan bahwasannya, Fiqih Hadis dari hadis diatas adalah diperbolehkannya oleh syara' untuk Tawasul kepada Allah SWT dengan amal shalih, seperti Tawasul dengan sifat-sifat Allah dan Asma-asmanya. Selain itu seperti tawasul dengan Do'a Orang Shalih (meminta kepada orang yang dianggap sholeh untuk mendoakannya) didalam syara' juga diperbolehkan. Adapun Tawasul dengan Dzat-dzatnya para Nabi dan Auliya' serta kubur-kubur mereka maka hal itu tidak diperbolehkan oleh Syara' dan itu merupkan Bid'ah yang Dzalalah maka harus dijauhi.
Kesimpulannya adalah bahwasannya syara' memperbolehkan untuk berdo'a atau memohon kepada Allah SWT dengan Tawasul amal-amal shalih. Bahkan dalam Kitab Daliilu Al-Faalihiina Lii Thuruuqi Raiyaadi As-Shaalihiin yang ditulis oleh Al-'Alaamah Muhammad Bin 'Ilan As-Shadiqy As-Syafi'i Al-Asy'ari Al-Maky dijelaskan bahwasannya berdo'a atau memohon kepada Allah dengan tawasul amal shalih itu dianjurkan karena mereka 3 orang dari penghuni gua itu mengerjakan hal itu dan do'a mereka pun diijabahi oleh Allah SWT.

Tsamratuhu:
Sahabatku semua, mari kita kembali merenung melihat Ibu Pertiwi kita. Beliau sedang berduka sahabat, beliau kini sedang diperbaringan. Bencana yang menimpa negeri kita ini seakan-akan tak pernah berhenti, bahkan terus-terusan saja kawan. Sejaka bencana Tsnuami Aceh yang menewaskan lebih dari pada 200,000 jiwa hingga sekarang ini erupsi merapi yang belum kunjung usai ini sekan bencana di negeri ini taka mau hengkang. Entah sampai kapan sahabat???
Sahabatku semua, mungkin kita sering ngeyel sama Allah, atau sak karepe dewe atas batasan Allah, atau tidak mau taat kepada Allah SWT. Entah apa itu namanya yang jelas tingkah laku kita yang sering membuat Allah murka dan kecewa dengan kita. Mari sahabatku kita memohon ampun kepada Allah, semoga dengan banyaknya kita memohon ampun kepada Allah SWT, Allah menjadi trenyuh dengan kita dan mengampuni dosa-dosa kita dan menghentikan bencana yang sedang merundung negeri kita ini.
Sahabatku semua, kita bukanlah para Shahabat Nabi SAW yang sudah tentu dijamin masuk surga oleh Allah SWT, yang ketika berdo'a selalu diijabahi do'anya oleh Allah SWT. Masihkah kita teringat Tarikhnya 'Umar r.a sahabat, ketika beliau memerintahkan sungai Nil untuk berhenti meminta perembahan dan sungai Nil pun tunduk kepada 'Umar r.a sahabat?? dan hingga sekarang sungai Nil tetap mengalirkan airnya hingga sekarang tanpa henti?? kita tidak seperti beliau sahabat, dan tentunya tidak pula seperti Shahabat Rasul lainnya. Kita tidak bisa memerintah Gunung Merapi untuk berhenti dari batuknya, kita tidak bisa memerintah lempeng bumi untuk tidak mngeliat begitu kuat, sehingga saya dan sahabat tidak terkena dampaknya. Semua itu karena kita terlalu jauh dari pada Shahabat-shabat Rasul dari segi keimanan dan ketakwaan mereka.
Sahabatku semua, janganlah kalian bersedih melihat negeri kita ini yang terus-terusan dirundung bencana. Sahabatku semua, mari kita berdo'a, saya yakin setiap dari diri sahabatku semua pasti mempunyai amal shalih sekecil apapun, yang ketika mengerjakannya bener-bener tulus ikhlas karena hanya mengarap ridaha Allah Jallaa Jalaaluh. Mari sahabatku semua, kita berdo'a memohon kepada Allah Rabbul 'Izati dengan Tawasul Amal shalih kita agar ujian bencana yang sedang menyelimuti negeri ini lekas usai. Saya yakin wahai sahabatku semuanya, Allah akan trenyuh dengan do'a kita, dan Allah pun pasti akan mengabulkan do'a kita karena saya yakin senyum tercinta dari negeri ini akan tersungging indah. Dan mari kita jaga slalu sahabatku semua agar Allah senantiasa mejadikan negeri ini negeri yang Baldatun Tahyyibatun Wa Rabbun Ghafuur. Ameen Yaa Rabbana, Istajib Du'aana Yaa Latieef....

Wallaahu A'lam Bi As-Sawaab


Daftar Pustaka
  1. Al-Jamii'u As-Shahiihi Lii Al-Imam Abi Al-Husain Muslim bin Al-Hajjaj Ibnu Muslim Al-Qushairi An-Naisyaburi. Dar El-Fikr, Bairut-Libanon, Tanpa tahun.
  2. Bahjatu An-Nadziriin Syarhu Raiyaadi As-Shaalihin Lii Abu Usamah Salim Bin 'Iid Al-Hilaali. Dar Ibnu Al-Jauzi. Tanpa tahun.
  3. Daliilu Al-Faalihiina Lii Thuruuqi Raiyaadi As-Shaalihiin Lii Al-'Alaamah Muhammad Bin 'Ilan As-Shadiqy As-Syafi'i Al-Asy'ari Al-Maky. Dar Kutub Al-'Araby Bairut-Libanon, Tanpa tahun
  4. Nuzhatu Al-Muttaqiin Syarhu Riyaadu As-Shaalihiina Min Kalaami Sayyidi Al-Mursaliina Lii Dr. Musthofa S'aid Al-Khan, Dr. Musthofa Al-Bugha, Muhyiddin Mastuu, 'Ali As-Syirji, Muhammad Amiin Luthfi. Muassasah Ar-Risalah. Bairut 1987 M / 1407 H.
  5. Riyaadus Shaalihiin Lii Al-Imam Abu Zakariya Yahya Muhyiddin Bin Syarof An-Nawawi.
  6. Shahiihu Al-Bukhari Lii Al-Imam Abi 'Abdillah Bin Ismail Bin Ibrahim Ibnu Mughirah Bin Bardzibah Al-Bukhari Al-Ja'fi (Imam Al-Bukhari). Dar El-Fikr, Bairut-Libanon, 1981 M / 1401 H.
 

Copyright 2010-2011 All Rights Reserved | Mumpung Padhang Rembulane Designed by Bloggers Template | CSS done by Link Building