Saturday 10 April 2010

Arah Qiblat

            A. AT-TA'RIIF
Pegertian Qiblat;
  • Qiblat dari segi bahasa diambil dari akar kata Qabala – Yaqbulu yang berarti menghadap.
  • Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Qiblat diartikan sebagai arah ke Ka'bah di Mekah (ketika shalat).
  • Dalam Kamus Al-Munawwir Qiblat diartikan Ka'bah.
  • Dalam Hasyiyyah Muhyiddin Syaikha Zaadah 'Alaa Tafsiiri Al-Qaadhi Al-Baedhawi karangan Muhammad Ibnu Muslih Ad-Diini Musthafaa Al-Qoujaa Al-Hanafi disebutkan bahwa dikatakan Qiblat karena seorang Mushalli menghadapinya ketika ia melaksanakan shalat hal ini diambal dari pengertianya menurut Syara'.

B. AL-ADILLAH
Dalil-dalil Syar'i;
  • Dan darimana saja kamu keluar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Sesunggunya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah: 149)
  • Dan darimana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu kearah Masjidil Haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu kearahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dzalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-sempurnakan ni'mat-Ku atas kamu, dan supaya kamu mendapat petunjuk”. (QS. Al-Baqarah: 150)
  • Bila kamu hendak shalat maka sempurnakanlah wudhu lalu menghadaplah ke Qiblat kemudian bertakbirlah”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah)
  • Bahwa sesungguhnya Nabi SAW ketika masuk ke Baitullah beliau berdo'a di sudut-sudutnya dan tidak shalat sidalamnya sampai beliau keluar. Kemudian setelah keluar beliau shalat dua raka'at didepan ka'bah, lalu berkata “Inilah Qiblat”. (HR. Muslim dari Usamah bin Ziad)
  • Bahwa kami pernah berpergian bersama Nabi pada malam yang gelap sehingga kami tidak mengetahui kemana arah Qiblat. Kemudian kami melakukan shalat menurut keyakinan. Setelah pagi hari kami menuturkan hal demikian itu kepada Nabi, lalu turun ayat “Kemana saja kalian menghadap, disanalah Dzat Allah”. (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Amir)

C. AL-HUKMU
Para 'Ulama telah bersepakat bahwa bahwa shalat dengan menghadap ke arah Qiblat merupakan syarat sahnya shalat. Maka tidaklah sah shalat seseorang jika tidak menghadap ke arah kiblat.
Akan tetapi dalam keadaan tertentu seorang mushalli diberikan keringanan atau diperbolehkan untuk tidak menghadap kearah Qiblat yaitu;
  • Dalam keadaan takut, terpaksa atau dalam keadaan sakit berat maka diperbolehkan untuk tidak menghadap Qiblat pada waktu shalat. Hal ini didasari oleh firman Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah ayat 239 yang berbunyi; “Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya) maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan. Kemudian apabila kamu telah aman, maka sebutlah Allah (shalatlah), sebagaimana Allah telah mengajarkan kepada kamu apa yang kamu belum ketahui”.
  • Seseorang yang shalat sunah diatas kendaraan maka mereka diperbolehkan untuk tidak menghadap Qiblat. Hal ini didasari oleh hadis Nabi SAW yang yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah serta menurut riwayat dari Imam Muslim, Tirmizy dan Ahmad yang menjelaskan bahwa suatu saat Nabi SAW sedang mengerjakan shalat sunah diatas kendaraan ketika itu beliau melakukan perjalanan dari Mekah menuju Madinah, maka turunlah firman Allah SWT yang berbunyi; “.......... maka ke manapun kamu menghadap disitulah wajah Allah”. (QS, Al-Baqarah ayat 115)

D. AL-IIDHAH
Penjelasan;
Terdapat tiga hal yang amat penting yang berhubungan dengan perintah untuk menghadap ke Masjidil Haram ketika melaksanakan shalat bagi seluruh umat yang yang di penjuru bumi ini. Imam Fahruddin Ar-Razy berkata seperti yang ditulis Ibnu Katsir dalam Kitab Tafsirnya yang berjudul Tafsiiru Al-Qur'aani Al-'Adziimi beliau menjelaskan bahwa tiga hal tersebut adalah;
  1. Ditujukan bagi seorang Mushalli yang shalat sedang ia dapat melihat Ka'bah.
  2. Ditujukan bagi seseorang Mushali yang shalat sedang ia berda di Mekah akan tetapi tidak dapat melihat Ka'bah secara langsung.
  3. Ditujukan bagi seorang Mushalli yang berada diseluruh penjuru negeri sedang ia tidak dapat melihat Ka'bah ketika ia shalat.
    Sedangkan menurut Imam Al-Qurtubi tiga hal tersebut adalah;
  1. Ditujukan bagi seorang Mushalli yang berada di Mekah.
  2. Ditujukan bagi seorang Mushalli yang berada di negeri selain Mekah.
  3. Ditujukan bagi seorang Mushalli yang sedang melakukan perjalanan.

Dalam Kitab Al-Muharriru Al-Wajiizu Fii Tafsiiri Kitaabi Al-'Aziiz karangan Abii Muhammad 'Abdu Al-Haqqi Ibni 'Athiyyah Al-Andulisi diterangkan ketika membahas Surat Al-Baqarah ayat 148-150 diatas Ibnu 'Athiyya menjelaskan bahwa menghadap kearah Qiblat adalah Fadhu hukumnya selama ia dapat melihat Ka'bah, adapun jika Ka'bah tersebut tidak dapat dilihat maka Fardhu baginya untuk ijtihad dalam menentukan arah Qiblat, sedangkan apabila ia sudah berijtihad kemudia ia tahu bahwasannya salah maka tidak ada dosa baginya, hal ini adalah pendapat yang banyak dari kalangan para 'Ulama, Sedangkan menurut Imam Malik harus diganti pada waktu yang lainnya.


Wallaahua'lam Bisshawaab


DAFTAR PUSTAKA

  1. Al-Qur'an dan Terjemahnya; Departemen Agama Republik Indonesia
  2. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik; Muhyiddin Khazin
  3. Ilmu Falak Perjumpaan Khazanah Islam dan Sains Modern; Dr. Susiknan Az-Hari, M.A
  4. Hasyiyyah Muhyiddin Syaikha Zaadah 'Alaa Tafsiiri Al-Qaadhi Al-Baedhawi Lii Muhammad Ibnu Muslih Ad-Diini Musthafaa Al-Qoujaa Al-Hanafi.
  5. Tafsiiru Al-Qur'aani Al-'Adziimi Lii Al-Haafidz Abii Al-Fidaai Ismaa'iilu Ibnu 'Umari Ibnu Katsiri Al-Qursyii Ad-Dimsyaqii.
  6. Tafsiiru Ibni 'Athiyyah Al-Muharriru Al-Wajiizu Fii Tafsiiri Kitaabi Al-'Aziiz Lii Abii Muhammad 'Abdu Al-Haqqi Ibni 'Athiyyah Al-Andulisi
 

Copyright 2010-2011 All Rights Reserved | Mumpung Padhang Rembulane Designed by Bloggers Template | CSS done by Link Building